Jambi,MA – Hamdi Zakaria, A.Md Waka Korwil Badan Penyelidik Nasional Ombusman Muda – ICC Provinsi Jambi yang notabene juga sebagai Ketua Umum DPP TMPLHK Indonesia, dalam rapat rutin gabungan anggotanya memaparkan, Corporate Social Responsibility (“CSR”) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan, sesuai kemampuan perusahaan tersebut, sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian bewasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa atau fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada, Papar Hamdi.
Dilanjut Hamdi Zakaria lagi, Indonesia mengamanatkan agar perusahaan melakukan CSR, hal itu tercantum di Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”) yang berbunyi, Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Pengertian CSR dalam UU PT dikenal dengan istilah tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana disebutkan di Pasal 1 angka 3 UU PT, yaitu, Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya, kata Hamdi.
Hal ini juga sejalan dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”) yang bunyinya, Setiap Perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan ini menjadi kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan undang-undang. Kewajiban tersebut dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan perseroan.
CSR Pada Perusahaan Pertambangan
Kewajiban perseroan dalam melaksanakan CSR oleh UU PT secara implisit ditujukan untuk perusahaan pertambangan, sebagai perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam.
Tapi kita bisa melihat kekhususan CSR di dalam Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU 4/2009”), yaitu, Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat.
Penyusunan program dan rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dikonsultasikan kepada pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat yang berdomisili di sekitar operasi pertambangan.
Pemegang Izin Usaha Pertambangan (“IUP”) adalah badan usaha, koperasi, dan perseorangan. Sedangkan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (“IUPK”) dapat diberikan dengan memperhatikan kepentingan daerah kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, baik berupa badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), maupun badan usaha swasta.
Meskipun istilah CSR yang digunakan beda dengan yang ada di UU PT, namun pada intinya CSR dalam UU 4/2009 ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Hal ini sebagaimana bunyi dari definisi pemberdayaan masyarakat berdasarkan UU 4/2009, yaitu adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.
Tidak sampai di situ, pengaturan CSR untuk perusahaan pertambangan lebih lanjut diatur di Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 23/2010”) sebagaimana diubah terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 8/2018”).
CSR yang harus dilakukan perusahaan pertambangan ini diprioritaskan untuk masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK yang terkena dampak langsung akibat aktivitas pertambangan, atau juga pipa saluran pertambangan.
Proritas masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang berada dekat kegiatan operasional penambangan dengan tidak melihat batas administrasi wilayah kecamatan/kabupaten.
Berdasarkan UU PT dan PP 47/2012, perseroan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Karena fokusnya sektor pertambangan, berarti peraturan perundang-undangan yang dimaksud mengacu ke PP 23/2010 beserta perubahannya. Terhadap perusahaan pertambangan yang tidak melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan dikenakan sanksi administratif berupa, peringatan tertulis,penghentian sementara IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi mineral atau batubara, dan atau
pencabutan IUP atau IUPK.
Sanksi administratif tersebut diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pertambangan mineral dan batubara, gubernur, atau bupati/walikota. sesuai dengan kewenangannya.
Kedepan, menjadi tanggung jawab kita bersama, memberikan sosialisasi kepada pihak desa, dan memberikan alarm kepada pihak perusahaan, agar CSR bisa dimanfaatkan dan bermanfaat bagi masyarakat setempat.
Ingat!! CSR merupakan Kewajiban perusahaan, bukan kebaikan, jadi masyarakat wajib tau, berdasarkan undang undang, 2 atau 3 persen minimal dari keuntungan bersih perusahaan pertahunnya, merupakan CSR, tutup Hamdi Zakaria.(red Ilham)