Jambi,MA – Koordinator wilayah Badan Penyidik Nasional Ombusman Muda Indonesia – Indonesia Crisis Center (Korwil BPN OMI-ICC) Provinsi Jambi, adakan rapat rutin gabungan bersama Tim Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup dan Kehutanan (TMPLHK) Indonesia di aula Kantor Sekretariatnya.
Hamdi Zakaria, A.Md Waka Korwil BPN OMI-ICC Provinsi Jambi yang notabene juga sebagai Ketua Umum TMPLHK Indonesia ini kepada anggota yang hadir menjelaskan, Aturan Sanksi Pemegang Konsesi Pelepasan Kawasan Hutan dalam Perpres Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria
Bagi perusahaan perkebunan pemegang konsesi pelepasan kawasan hutan yang tidak memenuhi kewajiban mengalokasikan 20 persen dari total luas yang dilepaskan untuk sumber Tora, Menteri ATR/BPN direkomendasikan sejumlah sanksi seperti membatalkan HGU, papar Hamdi.
Peraturan Presiden (Perpres) No.62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria (RA) mengatur Tanah Objek Reforma Agraria (Tora).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Yakni tanah yang dikuasai oleh negara dan/atau tanah yang telah dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh masyarakat untuk diredistribusi atau dilegalisasi.
Beleid yang terbitkan 3 Oktober 2023 itu mengatur Tora dari kawasan hutan, non kawasan hutan, dan dari hasil penyelesaian konflik agraria.
Tora yang berasal dari kawasan hutan salah satunya merupakan alokasi Tora dari 20 persen pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan yang dapat diusahakan, penjelasan Hamdi.
Menurut Hamdi Zakaria, A.Md Waka BPN OMIICC Jambi Ini, Perusahaan perkebunan pemegang keputusan persetujuan pelepasan kawasan hutan wajib mengalokasikan 20 persen dari total luas persetujuan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan yang dapat diusahakan untuk penyediaan Tora dari kawasan hutan, begitu kutipan Pasal 6 Perpres.Lahan alokasi 20 persen dari total luas persetujuan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan harus memenuhi beberapa kriteria.
Seperti lahan memiliki kemampuan dan kesesuaian syarat tumbuh tanaman perkebunan. Lahan berstatus bebas konflik agraria dan statusnya telah dilepaskan dari kawasan hutan. Kemudian, lahan tidak berada pada daerah rawan bencana, kata Hamdi Zakaria, A.Md.
Selanjutnya, lahan memiliki akses yang mudah dijangkau masyarakat dan bukan kawasan kubah gambut dan fungsi lindung ekosistem gambut.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban perusahaan perkebunan itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyerahkan data hak guna usaha (HGU) dan Menteri Pertanian (Mentan) menyediakan data izin usaha perkebunan dan data realisasi kegiatan fasilitas perkebunan untuk disampaikan kepada Menteri.
Data dan peta itu menjadi dasar pelaksanaan kegiatan percepatan pemenuhan alokasi 20 persen sebagai sumber Tora dari kawasan hutan dan diintegrasikan dalam kebijakan satu peta.
Kementerian ATR/BPN melakukan audit pemenuhan kewajiban alokasi 20 persen dari persetujuan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan berdasarkan data dan peta tersebut.
Lahan alokasi 20 persen dari total luas persetujuan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan harus memenuhi beberapa kriteria. Seperti lahan memiliki kemampuan dan kesesuaian syarat tumbuh tanaman perkebunan.
Lahan berstatus bebas konflik agraria dan statusnya telah dilepaskan dari kawasan hutan. Kemudian, lahan tidak berada pada daerah rawan bencana, tutup Hamdi Zakaria, A.Md. (Red ilham)